Faisal Basri, seorang ekonom senior, menentang rencana pemerintah untuk menaikkan bea masuk hingga 200% terhadap barang-barang China. Menurutnya, kebijakan tersebut bersifat diskriminatif terhadap produk impor dari China.
Faisal menegaskan bahwa pemerintah dapat memberlakukan kebijakan bea masuk tinggi jika China terbukti melakukan dumping. Dumping merujuk pada praktik menjual barang dengan harga lebih murah di luar negeri.
Faisal juga menekankan pentingnya untuk tidak melakukan diskriminasi dalam memberlakukan kebijakan tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah mempertimbangkan untuk memberlakukan bea masuk yang tinggi terhadap impor barang dari China sebagai upaya untuk mengatasi jumlah impor yang terus meningkat dari negara tersebut.
Budi Santoso menyatakan bahwa kemungkinan besar pajak akan dikenakan hingga 200%, tergantung pada hasil penyelidikan yang sedang berlangsung. Proses ini masih dalam tahap menunggu," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag.
Budi juga menjelaskan bahwa saat ini KPPI sedang melakukan penyelidikan terkait tingginya jumlah impor dari China. Setelah penyelidikan selesai, akan ditetapkan besaran pajak atau bea masuk melalui BMTP.
Pemerintah sedang melakukan evaluasi terhadap besaran tarif bea masuk untuk barang-barang impor dari China. Rencananya, tarif bea masuk tersebut akan dinaikkan menjadi 200%.
"Kami akan segera menetapkan tarif yang telah disepakati," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu ketika diwawancarai di Gedung Parlemen, Jakarta, pada hari Kamis (4/7/2024).
Pembahasan mengenai peningkatan tarif bea masuk tersebut sedang dalam proses formulasi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan asosiasi industri yang terdampak oleh lonjakan impor barang-barang dari China.
Febrio belum dapat memastikan tanggal pasti kapan tarif bea masuk tersebut dapat ditetapkan bersama dengan besaran tarifnya. Ia hanya memastikan bahwa pengenaannya akan diterapkan untuk produk dari hulu sampai hilir, mulai dari bahan baku seperti serat hingga kain, hingga pakaian jadi.
"Nah, semua itu diproduksi di Indonesia juga, sehingga kita perlu melihat bagaimana produksi di Indonesia dapat tetap berjalan dengan baik di tengah kondisi saat ini di China, di Tiongkok terutama overcapacity," tegasnya.
"Jadi, memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping," ungkap Febrio.